Kamis, 02 Oktober 2008

Pentingnya Kerudung Bagi Muslimah

Kerudung dalam keseharian sering kita sebut jilbab, sebenarnya kebiasaan menyebut berkerudung dengan berjilbab baik-baik saja, kemudian dengan maju nya tren2 masa kini menjadi kategori jilbab tidak pas lagi, coba saja, Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim hanya sebagai kuantitas bukan kualitas, kita juga semakin bangga dengan pernyataan bahwa remaja putri islam keseharian memakai jilbab, entah di sekolah, kuliah, kerja, dikarenakan Indonesia dapat menanpung aspirasi umat islam untuk berpakaian muslim,

Tapi sudah liat buktinya blum bahwa statement tersebut benar?

Ternyata hal yang di bangga-banggakan itu tidak 100% benar, katanya jilbab yang katanya semakin banyak dikenakan oleh muslimah di negri kita bukanlah kategori jilbab yang sesungguhnya, cobalah perhatikan kanan kiri anda, yang ada hanyalah wanita berkerudung bukan berjilbab, kecuali sedikit saja.

Nah looh, gmana bisa Cuma berkerudung tapi ga berjilbab, lantas berjilbab itu yang bagaimana?

Kita banyak muslimah menggunakan kain penutup kepala yang sesuai dengan syariat islam, tapi pakaiannya tidak sama sekali mencerminkan seorang muslimah mereka memakai kain baju dan bawahan yang begitu ketat, press body dan bahkan kekecilan

Rasulullah bersabda (yang artinya): “Ada dua golongan dari ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya: pertama, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor-ekor sapi yang dipakai untuk memukul manusia; kedua, wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang lenggak lenggok di kepalanya ada sanggul seperti punduk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya dan sesungguhnya bau surga itu akan didapatkan dari jarak ini dan itu.”

Berkata Al Qurthubi dalam tafsirnya : "Prakteknya adalah hendaknya wanita memakai kain kerudung uantuk menutup dadanya.” Di antaranya lagi adalah yang terbelah bagian bawahnya, jika tidak terdapat penutup lagi di dalamnya, jika ada penutupnya tidak mengapa hanya saja jangan sampai menyerupai yang dipakaikan oleh kaum pria."

Kepada para walinya kaum wanita hendaknya melarang mereka dari memakai pakaian yang haram dan keluar rumah dengan bertabarrruj (bersolek/berdandan) dan memakai wangi-wangian karena para walinya adalah orang yang bertanggung jawab atasnya pada hari kiamat, pada hari di mana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikit pun, dan begitu pula tidak diterima syafaat dan tebusan dari padanya dan tidaklah mereka akan ditolong. Semoga Allah memberi taufiq bagi semuanya kepada yang dicintai dan diridhainya.

Pemahaman yang campur aduk jadi masalahnya, Ada yang mendefinisikan jilbab harus modis dan gaul, ada yang bilang “berjilbab iya tapi harus tetap menampilkan kecantikan”, plus campur tangan liberalis yang menganggap penafsiran Alqur’an dan Alhadist harus diperbaharui mengikuti zaman, belum lagi peran-serta para pengusung gerakan feminisme dan persamaan hak perempuan. Semuanya satu tujuan merusak term jilbab, dan mengajak para muslimah mengnganggap bahwa berjilbab sesuai syariat itu ketinggalan jaman atau jadoel.

Dalam Alqur’an, Allah telah memberikan beberapa batasan dalam berpakain dalam hal ini mengenai jilbab, diantaranya di dalam surah AnNuur ayat 31 yang artinya: “.......dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimaar) di dadanya......”, kemudian di surah AlAhzaab ayat 59 yang artinya: “......”Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.......”.

Dari kedua ayat tersebut dinyatakan bahwa pakaian muslimah adalah kelengkapan penutup aurat untuk muslimah yang termasuk di dalamnya adalah kerudung, dan pakaian yang menutupi seluruh badan, yaitu dari jenis baju yang lapang dan tidak menunjukkan lekuk tubuh.

Perintah Allah diatas ditegaskan lagi oleh Nabi Muhammad S.A.W. dalam hadist beliau yang artinya : “Wahai Asma! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah cukup umur, tidak boleh dilihat seluruh anggota tubuhnya, kecuali ini dan ini, sambil rasulullah menunjuk muka dan kedua tapak tangannya”.

Yang pertama, terkait pula dengan penafsiran dan pembatasan pemakaian penutup kepala, ada beberapa versi bentuk. Secara umum dibagi dua, yaitu terbuka wajahnya dan tertutup wajahnya (terlihat mata dan sekitarnya saja). Penutup kepala yang umum dipakai adalah kerudung atau disebut khimaar atau sufur, sedangkan sebagian lagi memakai penutup wajah yang disebut cadar atau niqab. Keduanya memiliki dasar dan tidak perlu untuk diperdebatkan berlebihan, karena keduanya sudah berusaha menjalankan perintah nabi dengan baik dan benar. Yang perlu dibenahi adalah muslimah yang belum berusaha memperbaiki cara berpakaiannya.

Selanjutnya, penjelasan mengenai jenis pakaian yang diperbolehkan untuk dipakai muslimah diterangkan dalam beberapa hadist, diantaranya bahwa baju untuk muslimah adalah baju lapang dengan batasan oleh rasul selebar 2 atau 3 atau 4 jari, jadi tidak boleh kekecilan dari ukuran tubuh dan batasan yang telah ditentukan. Selain itu, baju muslimah juga tidak boleh terlalu lembut sehingga menunjukkan tulang-tulang badan (pundak, pinggul, dan sebagainya). Yang dimaksud adalah baju yang terlalu lemas dan jatuh ke badan sehingga lekuk tubuh wanita yang memakainya akan tergambar atau tercetak, atau juga jenis pakaian yang terlalu tipis menerawang. Diantara baju lembut dan lemas adalah seperti satin dan sutera, serta pakaian Qibtiyah (pada masa nabi ada baju lembut dan tipis asal Mesir, kalau sekarang ada disemua negara). Jika baju jenis lembut ini dipakai, diperbolehkan sebagai baju dalam atau diberi rangkapan.

Dalam penerapannya, pakaian muslimah ini ada beberapa penafsiran juga. Diantaranya ada yang memperbolehkan memakai pakaian terpotong (atasan dan bawahan), dan yang tidak memperbolehkan pemisahan baju atasan dan bawahan dengan alasan pemisahan atasan dan bawahan akan memperlihatkan lekuk tubuh (pinggang) dan sebagainya. Variasi ini bagi saya bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan, karena perintah rasul adalah untuk tidak memperlihatkan lekuk tubuh pemakai. Maka, jika pakaian atasan dan bawahan dikenakan dan diukur dengan semestinya dan dari jenis kain yang baik sehingga lekuk tubuh tidak terlihat (karena sudah tertutup pakaian atasan yang terjuntai kebawah pinggang), maka tidak menjadi masalah mengenakannya.

banyak sekali kaum wanita yang masuk neraka, cocok sekali dengan bunyi hadits dibawah ini, yang artinya sebagai berikut. : “Saya berdiri dimuka pintu soranga, tiba-tiba umumnya yang masuk ke soranga orang-orang miskin, sedangkan orang yang kaya-kaya masih tertahan, hanya saja bahagian mereka telah diperintahkan masuk neraka, dan aku berdiri di pintu neraka maka kebanyakan yang masuk neraka wanita.

Banyak kaum wanita yang masuk neraka, semata-mata karena didalam hidupnya tak mau memakai kerudung kepala atau Jilbab, didalam neraka akan mendapat siksaan yang berat sekali sebagai mana diceritakan Nabi Muhammad dalam hadits beliau yang artinya sebagai berikut. ; “Wanita yang akan digantung dengan rambutnya, sampai mendidih otak dikepalanya didalam neraka, ialah wanita-wanita yang memperlihatkan rambutnya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya” Hadits diatas adalah bahagian akhir dari hadits nabi Muhammad yang cukup panjang, yang menceritakan berbagai macam siksa neraka yang diperlihatkan Allah waktu beliau pergi mikraj. Waktu beliau menceritakan nasib kaum wanita yang berat siksanya didalam neraka karena tak mau memakai kerudung kepala atau jilbab didalam hidupnya, beliau meneteskan air mata.

Begitulah Nabi Muhammad S.A.W. menangisi nasib kaum wanita dari ummatnya nanti di akherat, tetapi sekarang kalau kaum wanita Islam disuruh memakai kerudung kepala, banyak alasannya ada yang mengatakan fanatika agama, sudah kuno tidak cocok dengan zaman, panas dan lain sebagainya. Sikap kaum wanita di zaman sekarang sungguh bertolak belakang dengan sikap kaum wanita di zaman dahulu diwaktu ayat kerudung kepala itu turun, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah, istri Nabi Muhammad S.A.W. berikut ini : “telah berkata Aisyah : Mudah-mudahan Allah memberi rahmat atas perempuan-perempuan Muhajirat yang dahulu. Diwaktu Allah menurunkan ayat kerudung itu, mereka koyak kain-kain berlukis mereka yang belum dijahit, lalu mreka jadikan kerudung”.

Sikap wanita Islam di Medinah pada waktu turunnya ayat kerudung itu, betul-betul cocok dengan seorang pribadi beriman, sebagai yang digambarkan Allah didalam Al Qur’an, yaitu jika mereka mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, mereka lalu berkata :”Kami mendengar dan kami patuh”.

Tetapi sekarang sikap sebagian wanita Islam, jika dibacakan ayat mengenai keharusan memamakai Jilbab, mereka berkata :”Kami mendengar tetapi kami ingkar. ” Kalau begitu sikap kaum wanita Islam terhadap ayat Jilbab ini, betul tidak cocok dengan pengakuannya kepada Allah didalam shalat yang berbunyi sebagai berikut:

“La syarikallahu wabidzalika ummirtu wa anna minal muslimin. ” Yang artinya “Tiada syarikat bagi Engkau dan aku mengaku seorang muslimah”

Seorang wanita yang mengaku dirinya seorang muslimah, yaitu tunduk dan patuh kepada seluruh perintah Allah, harus berpakaian muslimah didalam hidupnya, yaitu terdiri dari jilbab dan pakaian yang menutup seluruh anggota tubuhnya, berlengan panjang sampai pergelangan tangannya dan memakai rok yang menutup sampai mata kakinya. Kalau mereka tidak berpakaian seperti diatas, mereka bukan disebut wanita muslimah. Jadi pengakuannya didalam shalat yang berbunyi :”Aku mengaku seorang muslimah” adalah kosong, dusta kepada Allah.

Bagi mereka yang merasa harus tampil modis dan trendi, tren kerudung gaul jadi semacam bentuk penyaluran dari seleranya. Maksudnya ingin mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang ‘in’ saat ini. Akibatnya, dalam masalah kerudung saja mesti ada aturan main yang dibuatnya sendiri.

Jilbab bermakna milhâfah (baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kisâ’) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muhîth dinyatakan demikian: Jilbab itu laksana sirdâb (terowongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Ada juga keterangan dalam kamus ash-Shahhâh, al-Jawhârî menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhâfah) yang sering disebut mulâ’ah (baju kurung). Mudah-mudahan setelah ini nggak kebalik-balik lagi ketika membedakan antara jilbab dan kerudung. Yang dimaksud pakaian muslimah dan sesuai syariat Islam, adalah jilbab plus kerudungnya.

Busana, menurut Kefgen dan Touchie-Specht, mempunyai fungsi: diferensiasi perilaku dan emosi. Dengan busana, membedakan diri (dan kelompoknya) dari orang, kelompok, atau golongan lain. Kalo ada orang yang pake tanda “salib”, kamu udah langsung bisa nebak, kalo orang tersebut agamanya Nasrani. Begitu juga ketika kamu ngelihat di televisi ada orang yang pake topi yarmelke, kamu bisa langsung menyimpulkan kalo orang itu adalah Yahudi. Begitupun ketika kamu menyaksikan ada orang yang pake baju koko, sarung, berpeci, dan masuk mesjid, segera saja kamu menyimpulkan kalo orang itu adalah muslim. Paling nggak ini sebagai identifikasi awal. Dan tentunya simbol-simbol itu sudah disepakati bersama.

Busana muslimah, jilbab, adalah juga simbol identitas. Simbol pembeda antara yang benar dan salah. Memakai busana muslimah sekaligus merupakan simbol mental baja pemakainya. Gimana nggak, dalam kondisi masyarakat yang rusak binti amburadul ini masih ada orang yang berani tampil dan bangga dengan jilbab. Maklum saja, jaman sekarang ini jaman amburadul, utamanya kaum wanita dalam soal busana.

Seorang wanita yang mengaku dirinya seorang muslimah, yaitu tunduk dan patuh kepada seluruh perintah Allah, harus berpakaian muslimah didalam hidupnya, yaitu terdiri dari jilbab dan pakaian yang menutup seluruh anggota tubuhnya, berlengan panjang sampai pergelangan tangannya dan memakai rok yang menutup sampai mata kakinya. Kalau mereka tidak berpakaian seperti diatas, mereka bukan disebut wanita muslimah. Jadi pengakuannya didalam shalat yang berbunyi :”Aku mengaku seorang muslimah” adalah kosong, dusta kepada Allah.

Seseorang yang bersumpah palsu saja dimuka pengadilan adalah berat hukumannya, apalagi seseorang yang berjanji palsu dihadapan Allah, tentu berat hukumannya didalam neraka, yaitu sampai digantung dengan rambutnya hingga mendidih otaknya.

Kaum wanita menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil yang tertutup dengan pahala yang banyak dari shalat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan. Ini adalah cara berpikir yang salah harus diluruskan. Kaum wanita yang tak memakai jilbab, tidak saja telah berdosa besar kepada Allah, tetapi telah hapus seluruh pahala amal ibadahnya sebagai bunyi surat Al Maidah ayat 5 baris terakhir yang artinya :”… . . Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan diakhirat dia termasuk orang-orang yang merugi

Bagi perempuan islam belum pake kerudung?
Kenapa nggak pake kerudung?10 Azab bagi Wanita di neraka...diantaranya:
di gantung rambut dan otak di kepalanya mendidih= Perempuan yang nggak mau pake Kerudung

Perempuan yang di gantung dengan lidah, tangannya dikeluarkan dari punggung, dan minyak panas di tunagkan kedalam kerongkongannya= Perempuan yang suka menyakiti hati suaminya

Memotong badannya sendiridengan gunting dari neraka=Perempuan yang suka membanggakan diri sendiri agar orang melihat perhiasannya
Apakah kalian sudah memakai kerudung?

sekarang kembali kepada kalian, apakah kalian ingin dihukum seperti yang di atas

Tidak ada komentar: